Mirandes Sang Penggobrak Copa Del Rey !!
SEKIAN tahun bersentuhan dengan dunia Spanyol dan menyisir daratan tanah air Christopher Columbus ini, nama kota Miranda, lengkapnya Miranda de Ebro masih terasa asing. Sepertinya tak ada yang menarik dari kota berpenduduk tak lebih dari 40.000 orang. Miranda tenggelam dalam hiruk pikuk pesta tahunan San Fermin di kota Pamplona. Miranda tak punya museum setenar Museum Guggenheim. Miranda hanya sebuah kota kecil di jalur sungai Ebro.
Tapi, dalam dua pekan terakhir, kota ini menjadi buah bibir karena klub Mirandes membawa kota ini menjadi tuan rumah semifinal Copa del Rey. Sebuah sejarah, karena Mirandes adalah klub ketiga Segunda B yang mampu tampil di Semifinal Copa del Rey.
Keberhasilan klub Segunda B ini menenggelamkan pamor persaingan “El Clasico” Real Madrid-Barca. Media massa Spanyol menjuluki klub Mirandes sebagai “El Matagigante” alias “si Pembunuh Raksasa”. Julukan ini tentu merujuk fakta, karena sebelum menjejak semifinal mereka mengalahkan Espanyol, Racing Santader, dan Villarreal, tiga tim dari La Liga Primera.
Sampai saat ini harapan mereka lolos ke partai final tetap terbuka karena hanya terpaut satu gol dengan Athletic Bilbao. Dan, mereka menorehkan tinta emas ini tanpa embel-embel pemain besar atau pelatih ternama. Pun tak didukung dana yang melimpah, mereka telah meraihnya dengan rendah hati dan kerja keras.
Rendah Hati
Carlos Pouso, pelatih Mirandes, dalam wawancara usai kemenangan atas Espanyol mengatakan, “Saya akan meminjam buku kepada Pep Guardiola tentang bagaimana cara memotivasi para pemain”. Sebuah pernyataan yang hanya bisa diucapkan oleh pribadi yang tetap ingin berkembang dan tak terbuai kemenangan fantastis.
Pouso benar-benar mengamini pepatah kuno yang mengatakan bahwa lawan terberat dari seseorang adalah rasa sombong. Atau pepatah lain, awal dari sebuah kekalahan akan muncul ketika kita merasa diri sudah menang sebelum laga dimulai. Sekalipun telah mengalahkah tiga tim divisi Primera, Pouso tak pernah mengatakan secara publik bahwa mereka layak masuk jajaran La Liga BBVA. Ia hanya memimpikan lolos ke liga Segunda.
Sikap rendah hati itu juga mencuat saat ia menanggapi pertanyaan soal kepemimpinan wasit usai duel pertama melawan Espanyol di Cornella de Prat. Rekaman laga memperlihatkan Mirandes seharusnya menerima minimal satu hadiah penalti. "Masalah wasit, biarlah wasit yang menyelesaikannya, saya mempunyai masalah yang harus saya selesaikan,” kata Pouso.
Seandainya wasit memberikan hadiah penalti kepada Mirandes, tentu hasil pertandingan di Cornella el Prat akan berbeda. Pernyataan ini sangat kontras dengan sikap para pemain Real Madrid, Barcelona, dan Valencia yang kini berpolemik mengenai kepemimpinan wasit dalam pertandingan terakhir ketiga kesebelasan.
Secara bergantian pemain dari ketiga kesebelasan ini menyampaikan penilaian mereka terhadap wasit. Bila menguntungkan mereka tak berkomentar apa pun. Jika sebaliknya, komentar terhadap wasit sungguh tak sedap. Pouso tak memiliki waktu untuk memikirkan keputusan wasit di lapangan.
Kerja Keras
Mauricio Pochettino, pelatih Espayol, sangat terpukul saat timnya terlempar dari Copa oleh Mirandes. Apalagi, mengetahui bahwa pencetak salah satu gol ke gawang Espanyol adalah karyawan bank, Pablo Infante, yang harus lebih dulu masuk kantor sebelum berlatih.
Pablo bukan pemain profesional seperti Fernando Llorente, tapi ia telah membukukan enam gol dalam partai la Copa tahun ini. Perolehan golnya jauh lebih banyak dari Cristiano Ronaldo maupun Lionel Messi. Don Infante memang layak dielu-elukan bak pahlawan ketika mengeliminasi Espanyol.
Kemenangan hanya lahir dari mereka yang mengerti artinya kerja keras, karena dalam pertandingan olahraga tak ada yang menghadiahkan kemenangan kepada tim lain. Ini adalah salah satu jawaban mengapa kejuaraan olahraga selalu menarik.
Persaingan olahraga adalah cerminan hukum alam, yang terbaik akan jadi pemenang. Manipulasi uang, kongsi, nepotisme, korupsi, dan kepura-puraan tak punya ruang dalam olahraga. Dan, tak ada yang menghadiahkan kemenangan dalam olahraga. Kemenangan harus diperjuangkan.
Mencapai semifinal adalah kemenangan besar bagi Mirandes. Saya yakin bahwa jika akhirnya tersisih pun (saya harap tak terjadi agar sejarah lebih indah), mereka akan tetap menyuarakan “Mirandes de Primera” atau Mirandes Divisi Utama. Kerendahan hati dan kerja keras yang diperlihatkan pasukan Pouso tak hanya menjadi kemenangan bagi penduduk kota kecil Miranda de Ebro, tapi semua publik pencinta sepak bola. Mirandes mengingatkan kita bahwa kemenangan dapat diraih dengan kerendahan hati dan kerja keras.
Tapi, dalam dua pekan terakhir, kota ini menjadi buah bibir karena klub Mirandes membawa kota ini menjadi tuan rumah semifinal Copa del Rey. Sebuah sejarah, karena Mirandes adalah klub ketiga Segunda B yang mampu tampil di Semifinal Copa del Rey.
Keberhasilan klub Segunda B ini menenggelamkan pamor persaingan “El Clasico” Real Madrid-Barca. Media massa Spanyol menjuluki klub Mirandes sebagai “El Matagigante” alias “si Pembunuh Raksasa”. Julukan ini tentu merujuk fakta, karena sebelum menjejak semifinal mereka mengalahkan Espanyol, Racing Santader, dan Villarreal, tiga tim dari La Liga Primera.
Sampai saat ini harapan mereka lolos ke partai final tetap terbuka karena hanya terpaut satu gol dengan Athletic Bilbao. Dan, mereka menorehkan tinta emas ini tanpa embel-embel pemain besar atau pelatih ternama. Pun tak didukung dana yang melimpah, mereka telah meraihnya dengan rendah hati dan kerja keras.
Rendah Hati
Carlos Pouso, pelatih Mirandes, dalam wawancara usai kemenangan atas Espanyol mengatakan, “Saya akan meminjam buku kepada Pep Guardiola tentang bagaimana cara memotivasi para pemain”. Sebuah pernyataan yang hanya bisa diucapkan oleh pribadi yang tetap ingin berkembang dan tak terbuai kemenangan fantastis.
Pouso benar-benar mengamini pepatah kuno yang mengatakan bahwa lawan terberat dari seseorang adalah rasa sombong. Atau pepatah lain, awal dari sebuah kekalahan akan muncul ketika kita merasa diri sudah menang sebelum laga dimulai. Sekalipun telah mengalahkah tiga tim divisi Primera, Pouso tak pernah mengatakan secara publik bahwa mereka layak masuk jajaran La Liga BBVA. Ia hanya memimpikan lolos ke liga Segunda.
Sikap rendah hati itu juga mencuat saat ia menanggapi pertanyaan soal kepemimpinan wasit usai duel pertama melawan Espanyol di Cornella de Prat. Rekaman laga memperlihatkan Mirandes seharusnya menerima minimal satu hadiah penalti. "Masalah wasit, biarlah wasit yang menyelesaikannya, saya mempunyai masalah yang harus saya selesaikan,” kata Pouso.
Seandainya wasit memberikan hadiah penalti kepada Mirandes, tentu hasil pertandingan di Cornella el Prat akan berbeda. Pernyataan ini sangat kontras dengan sikap para pemain Real Madrid, Barcelona, dan Valencia yang kini berpolemik mengenai kepemimpinan wasit dalam pertandingan terakhir ketiga kesebelasan.
Secara bergantian pemain dari ketiga kesebelasan ini menyampaikan penilaian mereka terhadap wasit. Bila menguntungkan mereka tak berkomentar apa pun. Jika sebaliknya, komentar terhadap wasit sungguh tak sedap. Pouso tak memiliki waktu untuk memikirkan keputusan wasit di lapangan.
Kerja Keras
Mauricio Pochettino, pelatih Espayol, sangat terpukul saat timnya terlempar dari Copa oleh Mirandes. Apalagi, mengetahui bahwa pencetak salah satu gol ke gawang Espanyol adalah karyawan bank, Pablo Infante, yang harus lebih dulu masuk kantor sebelum berlatih.
Pablo bukan pemain profesional seperti Fernando Llorente, tapi ia telah membukukan enam gol dalam partai la Copa tahun ini. Perolehan golnya jauh lebih banyak dari Cristiano Ronaldo maupun Lionel Messi. Don Infante memang layak dielu-elukan bak pahlawan ketika mengeliminasi Espanyol.
Kemenangan hanya lahir dari mereka yang mengerti artinya kerja keras, karena dalam pertandingan olahraga tak ada yang menghadiahkan kemenangan kepada tim lain. Ini adalah salah satu jawaban mengapa kejuaraan olahraga selalu menarik.
Persaingan olahraga adalah cerminan hukum alam, yang terbaik akan jadi pemenang. Manipulasi uang, kongsi, nepotisme, korupsi, dan kepura-puraan tak punya ruang dalam olahraga. Dan, tak ada yang menghadiahkan kemenangan dalam olahraga. Kemenangan harus diperjuangkan.
Mencapai semifinal adalah kemenangan besar bagi Mirandes. Saya yakin bahwa jika akhirnya tersisih pun (saya harap tak terjadi agar sejarah lebih indah), mereka akan tetap menyuarakan “Mirandes de Primera” atau Mirandes Divisi Utama. Kerendahan hati dan kerja keras yang diperlihatkan pasukan Pouso tak hanya menjadi kemenangan bagi penduduk kota kecil Miranda de Ebro, tapi semua publik pencinta sepak bola. Mirandes mengingatkan kita bahwa kemenangan dapat diraih dengan kerendahan hati dan kerja keras.
0 comments:
Post a Comment
JOGJA BELAJAR BELAJAR ONLINE MENYENANGKAN, Jangan lupa tinggalkan jejak bukan kata pertamax. Kritik, saran dan komentar dari postingan blog jogja belajar ini bisa anda masukkan di kolom komentar yang tersedia dibawah ini.