Pengertian Maiyah
Pengertian Maiyah, Pengertian Maiyah di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 18 Oktober 2012. ( )
maiyah berasal dari kata ma’a, yang artinya bersama, beserta Ma’iyyatullaah, kebersamaan dengan Allah. Ma’iyyyah itu kebersamaan, Ma’anaa bersama kita. Ma’iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu ‘kesandung’ oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan (Andsisko dalam artikel “maiyah adalah.. (tafsir bebas).
Mengutip dari Wikipedia, Maiyah berarti kebersamaan, pertama, melakukan apa saja bersama Allah. Kedua, bersama siapa saja mau bersama. Maiyah bisa berarti komitmen nasionalisme, kedewasaan heterogenisme, kearifan pluralisme, dan tidak ada kesenjangan ekonomi. Maiyah sendiri secara “kata” muncul dari untaian hikmah yang disampaikan oleh Ustadz Wijayanto, MA, dengan menyebut beberapa kalimat : “Inna ma’iya rabbi”, menirukan Musa AS. Untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. “La takhaf wa la tahzan, Innallaha ma’ana”, Jangan takut jangan sedih, Allah bersama kita. Tutur Muhammad SAW, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar.
Dalam pemahaman, menurut Pudji Asmanto, maiyah itu adalah kita sebagai manusia, belajar menjadi penduduk surga, bersama-sama menghadirkan surga di Dunia. Diyakini surga di akhirat sana adalah tempat tinggal makhluk-makhluk pilihan Allah yang sudah barang tentu adalah yang telah “teruji” keimanannya. Di Surga sana sudah tidak lagi ditemui apa yg kita sebut penyakit hati di antara penghuninya, tidak ada iri, dengki, sombong, tamak, egois, “kuasa”, dan apapun itu yang merupakan wujud sifat syetan. Nah maiyah itu ya belajar menjadi penduduk surga, bersama-sama hidup harmonis dalam keberagaman, meminimalisir penyakit hati dalam persinggungannya berinteraksi dengan sesama mahkluk ciptaan Allah di dunia.
Tantangannya ke depan adalah bagaimana jujur ke dalam diri sendiri sebagai individu, dalam berinteraksi dengan individu lain sebagai makhluk social, sudahkah kita punyai kerendahan hati?. Kunci bermaiyah menurut saya adalah punyai kerendahan hati, tidak pandang bulu terhadap apapun dan siapapun, tidak timpang dalam memperlakukan apapun terhadap siapapun, bersama menghadirkan kebaikan. Kenapa kerendahan hati sebagai prasyarat utama? karena dengan kerendahan hati, setiap individu mampu menjaga diri dari lisan dan laku yang menyakiti hati orang lain. Bahkan, mengutip Juman Rofafif dalam artikelnya “Menjaga Perasaan”, Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang disebut Muslim adalah orang yang mulut dan tangannya membuat orang lain merasa damai. Kata-katanya tidak menyakiti, perilakunya tidak melukai. Dua-duanya menjadi satu-kesatuan utuh untuk membentuk karakter Muslim sejati. Cak Nun pun pernah menguraikan bahwa seorang mukmin adalah, seseorang yang keber”ADA”annya tidak mengancam nyawa/jiwa, harta, dan harkat martabat orang lain.
Dari pemaparan di atas, dipahami bahwa, melalui kerendahan hati setiap individu mampu menjaga diri dari lisan dan laku yang dapat menyakiti perasaan orang lain. Dengan kerendahan hati, maiyah akan menemukan bentuknya yang ideal. Namun pertanyaannya kemudian, sudahkah kita benar-benar bermaiyah? sudahkah kita mampu menjaga perasaan orang lain? Atau jangan-jangan, maiyah dilakoni hanya sebatas pemahaman saja? berhenti hanya sampai hajatan-hajatan ritual saja?. Dalam interaksi social kadang “kotak-kotak” itu tak sungguh-sungguh terlihat, tak disadari makin mengkotak, tak lain karena setiap individu pada dasarnya dalam persinggungan sosial, sering kali dihadapkan pada “ketidaksukaan” akan sesuatu hal, manusiawi memang. Namun justru di situ tantangannya, apakah kita mampu bermaiyah dengan sesuatu hal yang tidak kita sukai, tidak cocok, tidak sepaham, berbeda, atau apapun itu. Mari ke arah sana, bermaiyah dalam perbedaan, jadikan perbedaan sebagai input dalam proses bermaiyah, Jangan malah menjadikan perbedaan itu hal yang dapat menjauhkan kita dari konsep maiyah yang sesungguhnya.
Mari kita mengaplikasikan konsep maiyah yang ideal ini ke dalam ranah praktek, dimana maiyah tidak disikapi hanya sebagai “label”, tetapi meresap ke dalam hati, dipahami, digali, dan diaplikasikan, terutama untuk kita-kita yang sering meneriakkan konsep maiyah itu sendiri. Dengan cara bagaimana? tentu ini tak mudah dituliskan, namun akan lebih mengena jika dilakoni. Mari bersama-sama berlatih menjadi penduduk surga, hadirkan surga di dunia melalui kebersamaan, mari bermaiyah.
Menurut bangbang wetan -- komunitas maiyah dari surabaya:
- Maiyah adalah di mana saja kita berada - di rumah, ditempat bekerja, di rumah ibadah maupun dipasar, dijalan dan di manapun saja - selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh. Kapan saja kita sadar maupun tidur, di pagi hari, siang, sore, atau malam hari - selalu kita bersama. Maiyah adalah membangun perlawanan Badar yang sabardan berilmu matang terhadap segala tindakan membangun rumah-rumah yang menjauhkan manusia dari Alloh dan Rosululloh, terhadap konsep pasar dunia yang menyepelekan Alloh, terhadap manajemen penataan kehldupan yang mendhalimi Alloh dan Rosululloh.
- Maiyah adalah dengan siapapun saja kita berada - dengan keluarga, dengan teman-teman, dengan masyarakat, bahkan ketika kita sedang berada di tengah makhluk-makhluk Alloh yang memusuhi kita - selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh.Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala kekuasaan yang tidak menghadirkan Alloh dan Rosululloh didalam bangunan kelarga-keluarga manusia, didalam peta pergaulan masyarakat.
- Maiyah adalah apapun yang kita alami- kegernbiraan atau kesedihan, kekayaan atau kemiskinan, kesepian atau tidak kesepian, di kesunyian atau di keramaian, dalam keadaan sehat atau sakit, dalam kekalahan atau kemenangan - selalu kita bercama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah pedawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala macam sistem dan ideology kehidupan yang membangun kesedihan manusia, yang rnemiskinkan manusia di tengah luasnya rahmat dan rizqi Alloh, yang mengucilkan kemanusiaan, yang menyakiti dan menyakitkan manusia, yang memenangkan energy setan dan menindas Rahman Rahim Alloh didalam bangunan negeri dan negara manusia.
- Maiyah adalah apapun sebab-sebab kehidupan yang menimpa kita - ketika dijunjung atau dicaci, ketika dipuji atau dihina, ketika ditemani atau dikucilkan, ketika diangkat atau dijatuhkan, ketika disayang atau tak diperdulikan, ketika disapa atau diacuhkan, ketika diberi atau dicuri- akibatnya hanya safu: ialah selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan beilmu matang terhadap segala jenis kebudayaan, segala jenis benda teknologi, sastra dan lagu, kesenian dan kerajinan, berita dan hiburan - yang menjunjung kebodohan dan mencaci ilmu, yang memuja kekonnyolan dan melecehkan derajat manusia, yang membiayai besar-besaran kehinaan nilai, yang menghancurkan kehormatan makhluk Alloh, yang mencuri Rahmat Alloh untuk kepentingan sendiri.
- Maiyah adalah apaun yang kita jumpai atau menjumpai kita - batu, air langit, dedaunan, cahaya, kegelapan, kaca, keburaman, peristiwa, sejanah, revolusi dan amuk, peluru, otoritas yang memalsukan kekuasaan Tuhan, angin, nafas dan seluruh badan kita sendiri - rnembawa kita untuk selalu bersama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala bentuk kekuasaan dan pemerintahan yang memperlakukan alam dan kehidupan manusia untuk makar kepada kehendak suciAlloh yang diinformasikan melalui Rosululloh.
- Maiyah adalah apapun yang mengepung kita dan menyerbu kita - roh halus, jin setan, energy liar, santet dan tenung, dzat-dzat makar, rudal, kelicikan penguasa, kesombongan cendikiawan, getarangetaran kejahatan dalam ilmu dunia dan kendaraan informasi, nafsu kaum munafiqin, tipuan kaum musyrikin dan Eyuan kaum dholimin – tidak mengakibatkan apa-apa kecuali istiqamah kebersamaan kita dengan Alloh dan Rosululloh.Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan ilmu matang untuk membangun Daulah Maiyatullah, kebersamaan dengan Alloh dan Rosululloh, kerajaan syukur kepada Alloh dan pemerintahan terima kasih kepada Rosululloh, beriringan dengan idzinillah dan qudntillah membaur seluruh alam dan kehidupan manusia bersama Rosululloh untuk bertasbih dan bersujud kepada Alloh.
Maiyah- Luasan
Maiyah Putih
Warga Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, ke rumah-rumah masyarakat, ke alun-alun, lapangan masjid atau kelurahan, gedung olah raga, jalan raya, trotoar atau dimana pun saja: melakukan ma'iyahan- Bercelana putih, berbaju putih, bertutup kepala putih. Belum tentu karena mereka orang"alim (istilah ini sungguh menggelikan), religius, rajin shalat, suntukwiridan. Pakaian putih-putih itu bukan kostum pentas, dan sama sekali tidak diperuntukkan bagi siapa pun yang melihatnya. Pakaian putih itu mereka peruntukkan bagi diri mereka sendiri. Mereka itu orang-orang yang mengerti bahwa hidup mereka masih kotor, masih banyak dosa dan maksiat, kepada rnanusia maupun maksiat kepada Alloh. Maka mereka
memerlukan dorongan dan rangsangan untuk melaukan proses pembersihan diri "reresik'. Maka putih-putih itu mereka tujukan kepada suasana hati dan konsentrasi pikiran mereka sendiri, agar kalau bisa jangan menerus-neruskan yang kotor-kotor, yang belum tentu baik dan benar, yang tidak sejati dan tidak abadi.
Jadi benar-benar pakaian putih itu bukan show costume bagi para penonton atau siapapun, melainkan untuk dirinya sendiri. Kalau pun kepada Tuhan mereka persembahkan putih-putih itu, bukan untuk melaporkan kesucian, melainkan justru untuk mengakui kehitaman.
Maiyah Bunyi
Mereka membara alat-alat musik dan bernyanyi-nyanyi, terkadang berteriak-teriak, disaat lain menggeremang atau bahkan memekik. Apa gerangan yang mereka bunyikan? Nyanyian-nyanyian bersama kepada Allah swt. Tidak kita sebut untuk Allah swt. Sebab kalau bernyanyi kepada Allah swt, bisa kita lakukan dimana saja tanpa harus menghadap Allah swt, asal nyanyiannya kita peruntukkan bagi Allah swt. Kata kepada dipilih untuk menggambarkan dinamika proses, suluk -menempuh perjalanan rohaniah - menuju atau kepada Allah swt. Jadi tatkala mereka memekik-mekik, sesungguhnya hati mereka berlari sekencang-kencangnya ke keharibaan Allah swt - tentu dengan rasa malu yang sangat atas banyak dosa- dosa.
Kenapa shalawatan, wiridan, berdzikir, mengaku dosa kok pakai musik? Karena manusia itu khalifaftullooh, mandataris yang ditunjuk oleh Allah swt untuk mengurus dirinya sendiri dan alam semesta. Khalifah itu pengelola, manager, direktur kehidupan, eksekutif badan pelaksana.
Para khalifah alias direktur-direktur ini menentukan apakah saron dibunyikan untuk mengiringi tayuban atau memperindah pemyataan cinta kepada Allah swt. Mereka yang mengambil keputusan apakah biola digesek, keyboard dipencet, seruling ditiup, perkusi ditabuh, terbang ditampar - untuk memeriahkan tarian atau lagu-lagu yang tidak terjamin keamanannya di depan pandangan nilai Allah swt, ataukah dipakai untuk memperasyik lagu pujian-pujian atas
keagungan Allah swt. Tentu saja, asalkan jangan lantas orang adzan diiringi biola, orang sholat ditabuhi pakai gendang, orang thawaf diiringi genderang massal.
Mai'yah bukan ibadah mahdloh. la hanya kegiatan budaya yang menggali inspirasi dari Agama. la hanya mereligiuskan pelaku budaya. la hanya aktivitas sosial budaya yang tidak merelakan dirinya kalau hanya diperuntukkan buat yang bukan Allah. Karena Sabbaha lillahi maa fis samaawaati wa maa fil ard, seluruh makhluk yang dilangit dan di bumi ini bertasbih kepada Allah sr*t. Dan para khalifah Kiai Kanjeng Sepuh tahu, bahwa yang bertasbih kepada Allah itu bukan Jin dan Manusia, tapi juga benda-benda, saron, biola, seruling, terbang, bahkan capung, rumput, daun-daun kering. Bukankah Allah tidak menggunakan kata man fis samaawaati, nelainkan maa fis samaawaati.
Maiyah Kata
"lnna ma'ya Robbi", tutur Musa, Nabi alaihissalaam, untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. Muhammad Rasululaah saw, juga menggunakan kata sama - di gua Tsur, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh -untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar, sahabat beliau, Sayyid kita Rodlialloohu 'anhu : "La takhof wa la tahzan, innalloha ma'anaa". Jangan takut jangan sedih, Allah ada menyertai kita.
Jadi, asal usulnya dan ma'a. artinya, dengan, bersama, beserta. Ma'iyyatullaah, kebersamaan dengan Allah. Ma'iyyyah itu kebersamaan, Ma'anaa bersama klh. Ma'iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu 'kesandung' oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan. Mengenai lbu Bapakmu, hal anak cucu para keponakan dan sanak famili, tentu kau ucapkan lnnahum ma'tya, sesungguhnya (mereka) bersamaku. Bersamaku artinya bukan ke mana-mana ubyang-ubyung bareng, makan bareng, mandi bareng. Maknanya substansial, haqiqiyyah. Kalau engkau bersamaku berarti engkau adalah bagian dari hatiku.
Engkau adalah salah satu semt-serat dari struktur perasaanku. Kalau engkau riang, aku gembira. Kalau engkau berduka, aku menderita. Kalau engkau disakiti, aku mengaduh. Kalau engkau disengsarakan, aku menangis. Kalau engkau ditimpa masalah, itu juga masalahku. Kalau engkau memerlukan, aku mengupayakan pemenuhan. Kalau engkau membutuhkan, aku mengusahakan keberesan. Engkau dan aku sayang menyangi, kasih mengasihi, tolong menolong, bela membela satu sama lain.
Maiyah Sosial
Kepada teman-teman, kepada para tetangga, kepada sesama ummat, masyarakat, warga negara, sesama manusia, apapun saja sukunya, bangsanya, golongannya, kelompoknya, organisasinya, kepercayaan dan pendapatnya – tidak layakkah, atau bahkan tidak seyogyanyakah, atau siapa tahu tldak haruskah - engkau dan aku ucapkan dan ikrarkan juga: : Innahum ma'iya, sesungguhnya mereka semua ada bersamaku, dan sesungguhnya aku ada bersama mereka?
Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, menembus berbagai sisi, segmen, lapisan, golongan, wilayah, daerah, dan jenis sosiologis masyarakat untuk menumbuhkan pertanyaan dan kesadaran inna ma'iya semacam itu.
Adakah dengan tetanggamu, masyarakat dan bangsamu, engkau tidak bersedia tolong menolong, melainkan mengancam? Tidak bersedia saling setia, melainkan saling khianat? Tidak mau saling membela, melainkan saling menghancurkan? Tidak siap saling ikhlas melainkan saling tidak rela? Tidak saling mengharapkan kebahagiaan bagi yang lain, melainkan diam-diam mensyukuri penderitaan mereka?
Maiyah Bahasa
Bahasa kenegaraan Maiyah itu nasionalisme. Bahasa mondialnya universalisme. Bahasa peradabannya pluralisme. Bahasa kebudayaannya heterogenisme, atau kemajemukan yang direlakan, dipahami dan dikelola. Metode atau manegemen pengelolaan itu namanya demokrasi.
Bahasa ekonomi Maiyah adalah tidak adanya kesenjangan penghidupan antara satu orang atau suatu kelompok dengan lainnya. Tapi ini terlalu ideal dan utopis: jadi mungkin lebih realistis kita pakai ungkapan Maiyah adalah proses dinamis menyempitnya atau mengecilnya jarak atau kesenjangan penghidupan di antara manusia. Diproses secara sistemik-kolektif jangan sampai ada yang terlalu kaya sementara lainnya terlalu fakir. Kadar maiyah semakin tinggi dan kualitatif berbanding lurus dengan semakin mengecilnya kesenjangan itu. Di dalam teori Maiyah nasionalisme, selalu ditemukan adanya banyak pihak, ada banyak wajah, ada banyak wama, ada banyak kecenderungan dan pilihan. Masing-masing pilihan itu menggunakan wamanya sendiri-sendiri, wajahnya sendiri-sendi dan kecenderungan sendiri-sendiri. Setiap mereka menghidupi dan menampilkan dirinya masing-masing. Sehingga pada semuanya tampak sebagai bhinneka. Berbagai perbedaan itu tidak membuat mereka berperang satu sama lain, karena diikat dan prinsip ke-ika-an, yakni komitmen kolektif untuk saling menyelamatkan dan menyejahterakan. Demikianlah berita gembira berdirinya Republik lndonesia dulu. Sikap Maiyah di antara berbagai pilihan itu adalah kesepakatan untuk saling menyetorkan kebaikan dan kemashlahatan untuk semua.
Di era sejarah orde baru, berlangsung policy politik nasional atau strategi kebudayaan di mana para 'masing-masing' itu dilarang rnenunjukkan kemasing-masingannya. Maksudnya baik, orang jangan menonjolkan siapa dirinya, bagaimana wajahnya dan apa wamanya. Semua dipersatukan, diseragamkan, identitas masing-masing disembunyikan semaksimal mungkin. Ode baru berprinsip Tunggal Ika.
Maiyah adalah Bhinneka Tungga lka. Yang Batak ngomonglah dengan logat Batak. Yang Bugis ya dialek Bugis. Yang Madura ya cengkok Madura. Tak ada perlunya ditutup tutupi, sepanjang ada kesepakatan untuk saling melindungi, saling menyayangi dan memproses tujuan kebahagian bersama.
Yang Budha, berpakaianlah Budha. Yang Katholik, Katholiklah. Yang lslam lslamlah. Omswastiatu tak usah diganti Padamu Negeri. Haleluya tak usah diganti Tanah Tumpah Darahku. Shalaatullaah salaamullaah tak usah diganti lbu Kita Kartini- Heterogenitas itu cukup dijaga oleh satu prinsip: saling memperuntukkan dirinya bagi kebersamaan. ltulah Maiyah.
Maiyah Lingkaran
Dulu Kiai Kanjeng pentas dan diletakkan di panggung. Mereka ditonton oleh penonton. Kiai Kanjeng Sepuh yang bermaiyah tidak berada di panggung dan tidak ditonton oleh siapa-siapa.
Mereka melingkar, sehingga terserah orang lain akan bergabung menciptakan lapisan-lapisan lingkaran berikutnya atau tidak. Kiai Kanjeng Sepuh tidak mempertunjukkan musik dan suaranya kepada penonton. Mereka hanya bemyanyi, bersholawat, benrwirid, membaca puisi, atau apapun, tetapi yang ada di hadapan mata kesadaran mereka adalah Alloh Swt. Maka pada kebanyakan momentum selama ber-maiyah, tak seorangpun di antara mereka yang tidak memejamkan mata. Karena mata wadag hanya sanggup melaporkan penglihatan tentang hal-hal yang sepele: materi, benda-benda, gedunng-gedung, lembaran-lembaran uang, kecantikan wanita dan kegantengan lelaki, menara pencakar langit. Dan itu semua bersifat sementara dan sangat gambar hancur.
Kiai Kanjeng Sepuh serak-serak suaranya untuk Alloh . habis bunyinya untuk mencintai-Nya. Bemyanyi, membunyikan alat musik, berkeringat, untuk memelihara hubungan dengan Alloh. Karena Alloh sebagai pengasuh, penyantun, tempat bergantung - tidak bisa diperbandingkan dengan polisi, tentara, menteri ekuin, presiden, pemerintahan, konglomerat, distribusi modal atau apapun saja yang dituhankan oleh sangat banyak orang.
Alloh swt berjanji kepada kekasih-Nya untuk menjalankan empat fungsi, asalkan oleh para kekasih-Nya dibeli dengan taqwa dan tawakkal. Peran pertama, Alloh swt sebagai pemberi jalan keluar, solusi atas masalah apa saja: coba sebutkan satu masalah yang Alloh tidak sanggup menyelesaikan!
Peran kedua Alloh sebagai penabur rizqi melalui jalan, cara, metoda dan modus yang semau-mau Dia. Sehingga para kekasih-Nya tidak bisa menduga atiau memperhitungkannya. Para kekasih Alloh swt tinggal terima jadi, terima matang - anugerah rejeki yang mereka beli dengan *mata uang" taqwa dan tawakkal. Ah, apa sih taqwa? Angen-angen Alloh kapan saja. Menjadkan Alloh sebagai tuan rumah batin kita. Tawakkal adalah taqwa yang diperdalam, ditancapkan, dihujamkan terus menerus.
Peran ketiga Alloh swt sebagai manager dan akuntan. Kalau berasmu menipis, jangan memfitnah dengan mengganggap Alloh swt bersikap acuh tak acuh atas keadaan dapurmu itu. la managermu, ia atur nafkahmu, ia jamin penghidupan keluargamu. Engkau cukup menyetor taqwa dan tawakkal.
Peran keempat Alloh swt adalah menjadi humasmu, public relation-mu. Keperluanmu atas seseorang atau suatu pihak, kebutuhanmu terhadap akses ini atau itu, disampaikan oleh Alloh kepada yang bersangkutan. Engkau cukup memberi "honor” taqwa dan tawakkal.
Sekian tentang Paparan tentang Pengertian Maiyah semoga bermanfaat..
0 comments:
Post a Comment
JOGJA BELAJAR BELAJAR ONLINE MENYENANGKAN, Jangan lupa tinggalkan jejak bukan kata pertamax. Kritik, saran dan komentar dari postingan blog jogja belajar ini bisa anda masukkan di kolom komentar yang tersedia dibawah ini.