Showing posts with label Maiyah Caknun. Show all posts
Showing posts with label Maiyah Caknun. Show all posts

28 August 2012

Maaf maafan dalam Idul Fithri

Maaf maafan

Karena sekarang masih bulan Syawal maka kita perlu tau makna dari maaf-maafan pada hari raya idul fithri ini. Artikel ini memuat reportase maiyah yaitu tentang maaf memaafkan khusunya dalam Idul Fithri:
Tulisan Emha Ainun Nadjib (cak nun) yang berjudul Dimaafkan, Memaafkan, dan Tidak Memaafkan dalam komunitas kenduri cinta jakarta memuat makna dimaafkan, memaafkan,  dan tidak memaafkan.

Dimaafkan adalah kelegaan memperoleh rizqi, tapi Memaafkan adalah perjuangan yang sering tidak ringan dan membuat kita penasaran kepada diri sendiri. Tidak Memaafkan adalah suatu situasi psikologis dimana hati kita menggumpal, alias menjadi gumpalan, atau terdapat gumpalan di wilayah ruhani-Nya. Gumpalan itu benda padat, sedangkan gumpalan daging yang kita sebut dengan hati diantara dada dan perut itu bukanlah hati, melainkan indikator fisik dari suatu pengertian ruhani tentang gaib. Jika hati hanyalan gumpalan daging; ia tak bisa dimuati oleh iman atau cinta. Maka gumpalan daging itu sekedar tanda syari’at hati, sedangkan hakikatnya adalah watak ruhani.

Didalam kehidupan manusia, yang biasanya berupa gumpalan dalam hati, misalnya, adalah watak dendam. Dendam bersumber dari mitos tentang harga diri dan kelemahan jiwa. Manusia terlalu ‘GR’ atas dirinya sendiri, dan tidak begitu percaya bahwa ia ‘faqir indallah’: ’musnah dan menguap’ dihadapan Allah.

Kemudian cemburu. Ini watak yang juga mejadi ‘suku cadang’ dari hakikat cinta dan keindahan. Namun syari’atnya ia harus diletakkan pada konteks yang tepat. Hanya karena punya sepeda, saya tidak lantas jengkel dan cemburu kepada setiap orang yang memiliki mobil. Sambil makan di warung pinggir jalan tak usah kita hardik mereka yang duduk di kursi mengkilap sebuah restoran.

 Semoga Artikel tentang maaf - maafan dalam idul fthri ini bermanfaat amin.

25 January 2012

Pengertian Maiyah

Pengertian Maiyah

Pengertian Maiyah, Pengertian Maiyah di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 18 Oktober 2012. ( 5.0 )



pengertian maiyah


       maiyah berasal dari kata ma’a, yang artinya bersama, beserta Ma’iyyatullaah, kebersamaan dengan Allah. Ma’iyyyah itu kebersamaan, Ma’anaa bersama kita. Ma’iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu ‘kesandung’ oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan (Andsisko dalam artikel “maiyah adalah.. (tafsir bebas).
       Mengutip dari Wikipedia, Maiyah berarti kebersamaan, pertama, melakukan apa saja bersama Allah. Kedua, bersama siapa saja mau bersama. Maiyah bisa berarti komitmen nasionalisme, kedewasaan heterogenisme, kearifan pluralisme, dan tidak ada kesenjangan ekonomi. Maiyah sendiri secara “kata” muncul dari untaian hikmah yang disampaikan oleh Ustadz Wijayanto, MA, dengan menyebut beberapa kalimat : “Inna ma’iya rabbi”, menirukan Musa AS. Untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. “La takhaf wa la tahzan, Innallaha ma’ana”, Jangan takut jangan sedih, Allah bersama kita. Tutur Muhammad SAW, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar.
       Dalam pemahaman, menurut Pudji Asmanto, maiyah itu adalah kita sebagai manusia, belajar menjadi penduduk surga, bersama-sama menghadirkan surga di Dunia. Diyakini surga di akhirat sana adalah tempat tinggal makhluk-makhluk pilihan Allah yang sudah barang tentu adalah yang telah “teruji” keimanannya. Di Surga sana sudah tidak lagi ditemui apa yg kita sebut penyakit hati di antara penghuninya, tidak ada iri, dengki, sombong, tamak, egois, “kuasa”, dan apapun itu yang merupakan wujud sifat syetan. Nah maiyah itu ya belajar menjadi penduduk surga, bersama-sama hidup harmonis dalam keberagaman, meminimalisir penyakit hati dalam persinggungannya berinteraksi dengan sesama mahkluk ciptaan Allah di dunia.
       Tantangannya ke depan adalah bagaimana jujur ke dalam diri sendiri sebagai individu, dalam berinteraksi dengan individu lain sebagai makhluk social, sudahkah kita punyai kerendahan hati?. Kunci bermaiyah menurut saya adalah punyai kerendahan hati, tidak pandang bulu terhadap apapun dan siapapun, tidak timpang dalam memperlakukan apapun terhadap siapapun, bersama menghadirkan kebaikan. Kenapa kerendahan hati sebagai prasyarat utama? karena dengan kerendahan hati, setiap individu mampu menjaga diri dari lisan dan laku yang menyakiti hati orang lain. Bahkan, mengutip Juman Rofafif dalam artikelnya “Menjaga Perasaan”, Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang disebut Muslim adalah orang yang mulut dan tangannya membuat orang lain merasa damai. Kata-katanya tidak menyakiti, perilakunya tidak melukai. Dua-duanya menjadi satu-kesatuan utuh untuk membentuk karakter Muslim sejati. Cak Nun pun pernah menguraikan bahwa seorang mukmin adalah, seseorang yang keber”ADA”annya tidak mengancam nyawa/jiwa, harta, dan harkat martabat orang lain.
       Dari pemaparan di atas, dipahami bahwa, melalui kerendahan hati setiap individu mampu menjaga diri dari lisan dan laku yang dapat menyakiti perasaan orang lain. Dengan kerendahan hati, maiyah akan menemukan bentuknya yang ideal. Namun pertanyaannya kemudian, sudahkah kita benar-benar bermaiyah? sudahkah kita mampu menjaga perasaan orang lain? Atau jangan-jangan, maiyah dilakoni hanya sebatas pemahaman saja? berhenti hanya sampai hajatan-hajatan ritual saja?. Dalam interaksi social kadang “kotak-kotak” itu tak sungguh-sungguh terlihat, tak disadari makin mengkotak, tak lain karena setiap individu pada dasarnya dalam persinggungan sosial, sering kali dihadapkan pada “ketidaksukaan” akan sesuatu hal, manusiawi memang. Namun justru di situ tantangannya, apakah kita mampu bermaiyah dengan sesuatu hal yang tidak kita sukai, tidak cocok, tidak sepaham, berbeda, atau apapun itu. Mari ke arah sana, bermaiyah dalam perbedaan, jadikan perbedaan sebagai input dalam proses bermaiyah, Jangan malah menjadikan perbedaan itu hal yang dapat menjauhkan kita dari konsep maiyah yang sesungguhnya.
Mari kita mengaplikasikan konsep maiyah yang ideal ini ke dalam ranah praktek, dimana maiyah tidak disikapi hanya sebagai “label”, tetapi meresap ke dalam hati, dipahami, digali, dan diaplikasikan, terutama untuk kita-kita yang sering meneriakkan konsep maiyah itu sendiri. Dengan cara bagaimana? tentu ini tak mudah dituliskan, namun akan lebih mengena jika dilakoni. Mari bersama-sama berlatih menjadi penduduk surga, hadirkan surga di dunia melalui kebersamaan, mari bermaiyah.


Menurut bangbang wetan -- komunitas maiyah dari surabaya:
Pengertian Maiyah
  1. Maiyah adalah di mana saja kita berada - di rumah, ditempat bekerja, di rumah ibadah maupun dipasar, dijalan dan di manapun saja - selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh. Kapan saja kita sadar maupun tidur, di pagi hari, siang, sore, atau malam hari - selalu kita bersama. Maiyah adalah membangun perlawanan Badar yang sabardan berilmu matang terhadap segala tindakan membangun rumah-rumah yang menjauhkan manusia dari Alloh dan Rosululloh, terhadap konsep pasar dunia yang menyepelekan Alloh, terhadap manajemen penataan kehldupan yang mendhalimi Alloh dan Rosululloh.
  2. Maiyah adalah dengan siapapun saja kita berada - dengan keluarga, dengan teman-teman, dengan masyarakat, bahkan ketika kita sedang berada di tengah makhluk-makhluk Alloh yang memusuhi kita - selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh.Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala kekuasaan yang tidak menghadirkan Alloh dan Rosululloh didalam bangunan kelarga-keluarga manusia, didalam peta pergaulan masyarakat.
  3. Maiyah adalah apapun yang kita alami- kegernbiraan atau kesedihan, kekayaan atau kemiskinan, kesepian atau tidak kesepian, di kesunyian atau di keramaian, dalam keadaan sehat atau sakit, dalam kekalahan atau kemenangan - selalu kita bercama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah pedawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala macam sistem dan ideology kehidupan yang membangun kesedihan manusia, yang rnemiskinkan manusia di tengah luasnya rahmat dan rizqi Alloh, yang mengucilkan kemanusiaan, yang menyakiti dan menyakitkan manusia, yang memenangkan energy setan dan menindas Rahman Rahim Alloh didalam bangunan negeri dan negara manusia.
  4. Maiyah adalah apapun sebab-sebab kehidupan yang menimpa kita - ketika dijunjung atau dicaci, ketika dipuji atau dihina, ketika ditemani atau dikucilkan, ketika diangkat atau dijatuhkan, ketika disayang atau tak diperdulikan, ketika disapa atau diacuhkan, ketika diberi atau dicuri- akibatnya hanya safu: ialah selalu kita bersama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan beilmu matang terhadap segala jenis kebudayaan, segala jenis benda teknologi, sastra dan lagu, kesenian dan kerajinan, berita dan hiburan - yang menjunjung kebodohan dan mencaci ilmu, yang memuja kekonnyolan dan melecehkan derajat manusia, yang membiayai besar-besaran kehinaan nilai, yang menghancurkan kehormatan makhluk Alloh, yang mencuri Rahmat Alloh untuk kepentingan sendiri.
  5. Maiyah adalah apaun yang kita jumpai atau menjumpai kita - batu, air langit, dedaunan, cahaya, kegelapan, kaca, keburaman, peristiwa, sejanah, revolusi dan amuk, peluru, otoritas yang memalsukan kekuasaan Tuhan, angin, nafas dan seluruh badan kita sendiri - rnembawa kita untuk selalu bersama Alloh dan Rosululloh. Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala bentuk kekuasaan dan pemerintahan yang memperlakukan alam dan kehidupan manusia untuk makar kepada kehendak suciAlloh yang diinformasikan melalui Rosululloh.
  6. Maiyah adalah apapun yang mengepung kita dan menyerbu kita - roh halus, jin setan, energy liar, santet dan tenung, dzat-dzat makar, rudal, kelicikan penguasa, kesombongan cendikiawan, getarangetaran kejahatan dalam ilmu dunia dan kendaraan informasi, nafsu kaum munafiqin, tipuan kaum musyrikin dan Eyuan kaum dholimin – tidak mengakibatkan apa-apa kecuali istiqamah kebersamaan kita dengan Alloh dan Rosululloh.Maiyah adalah perlawanan Badar yang sabar dan ilmu matang untuk membangun Daulah Maiyatullah, kebersamaan dengan Alloh dan Rosululloh, kerajaan syukur kepada Alloh dan pemerintahan terima kasih kepada Rosululloh, beriringan dengan idzinillah dan qudntillah membaur seluruh alam dan kehidupan manusia bersama Rosululloh untuk bertasbih dan bersujud kepada Alloh.

Maiyah- Luasan

Maiyah Putih
       Warga Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, ke rumah-rumah masyarakat, ke alun-alun, lapangan masjid atau kelurahan, gedung olah raga, jalan raya, trotoar atau dimana pun saja: melakukan ma'iyahan- Bercelana putih, berbaju putih, bertutup kepala putih. Belum tentu karena mereka orang"alim (istilah ini sungguh menggelikan), religius, rajin shalat, suntukwiridan. Pakaian putih-putih itu bukan kostum pentas, dan sama sekali tidak diperuntukkan bagi siapa pun yang melihatnya. Pakaian putih itu mereka peruntukkan bagi diri mereka sendiri. Mereka itu orang-orang yang mengerti bahwa hidup mereka masih kotor, masih banyak dosa dan maksiat, kepada rnanusia maupun maksiat kepada Alloh. Maka mereka
memerlukan dorongan dan rangsangan untuk melaukan proses pembersihan diri "reresik'. Maka putih-putih itu mereka tujukan kepada suasana hati dan konsentrasi pikiran mereka sendiri, agar kalau bisa jangan menerus-neruskan yang kotor-kotor, yang belum tentu baik dan benar, yang tidak sejati dan tidak abadi.
Jadi benar-benar pakaian putih itu bukan show costume bagi para penonton atau siapapun, melainkan untuk dirinya sendiri. Kalau pun kepada Tuhan mereka persembahkan putih-putih itu, bukan untuk melaporkan kesucian, melainkan justru untuk mengakui kehitaman.

Maiyah Bunyi
       Mereka membara alat-alat musik dan bernyanyi-nyanyi, terkadang berteriak-teriak, disaat lain menggeremang atau bahkan memekik. Apa gerangan yang mereka bunyikan? Nyanyian-nyanyian bersama kepada Allah swt. Tidak kita sebut untuk Allah swt. Sebab kalau bernyanyi kepada Allah swt, bisa kita lakukan dimana saja tanpa harus menghadap Allah swt, asal nyanyiannya kita peruntukkan bagi Allah swt. Kata kepada dipilih untuk menggambarkan dinamika proses, suluk -menempuh perjalanan rohaniah - menuju atau kepada Allah swt. Jadi tatkala mereka memekik-mekik, sesungguhnya hati mereka berlari sekencang-kencangnya ke keharibaan Allah swt - tentu dengan rasa malu yang sangat atas banyak dosa- dosa.
Kenapa shalawatan, wiridan, berdzikir, mengaku dosa kok pakai musik? Karena manusia itu khalifaftullooh, mandataris yang ditunjuk oleh Allah swt untuk mengurus dirinya sendiri dan alam semesta. Khalifah itu pengelola, manager, direktur kehidupan, eksekutif badan pelaksana.
Para khalifah alias direktur-direktur ini menentukan apakah saron dibunyikan untuk mengiringi tayuban atau memperindah pemyataan cinta kepada Allah swt. Mereka yang mengambil keputusan apakah biola digesek, keyboard dipencet, seruling ditiup, perkusi ditabuh, terbang ditampar - untuk memeriahkan tarian atau lagu-lagu yang tidak terjamin keamanannya di depan pandangan nilai Allah swt, ataukah dipakai untuk memperasyik lagu pujian-pujian atas
keagungan Allah swt. Tentu saja, asalkan jangan lantas orang adzan diiringi biola, orang sholat ditabuhi pakai gendang, orang thawaf diiringi genderang massal.

Mai'yah bukan ibadah mahdloh. la hanya kegiatan budaya yang menggali inspirasi dari Agama. la hanya mereligiuskan pelaku budaya. la hanya aktivitas sosial budaya yang tidak merelakan dirinya kalau hanya diperuntukkan buat yang bukan Allah. Karena Sabbaha lillahi maa fis samaawaati wa maa fil ard, seluruh makhluk yang dilangit dan di bumi ini bertasbih kepada Allah sr*t. Dan para khalifah Kiai Kanjeng Sepuh tahu, bahwa yang bertasbih kepada Allah itu bukan Jin dan Manusia, tapi juga benda-benda, saron, biola, seruling, terbang, bahkan capung, rumput, daun-daun kering. Bukankah Allah tidak menggunakan kata man fis samaawaati, nelainkan maa fis samaawaati.

Maiyah Kata
       "lnna ma'ya Robbi", tutur Musa, Nabi alaihissalaam, untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. Muhammad Rasululaah saw, juga menggunakan kata sama - di gua Tsur, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh -untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar, sahabat beliau, Sayyid kita Rodlialloohu 'anhu : "La takhof wa la tahzan, innalloha ma'anaa". Jangan takut jangan sedih, Allah ada menyertai kita.
Jadi, asal usulnya dan ma'a. artinya, dengan, bersama, beserta. Ma'iyyatullaah, kebersamaan dengan Allah. Ma'iyyyah itu kebersamaan, Ma'anaa bersama klh. Ma'iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu 'kesandung' oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan. Mengenai lbu Bapakmu, hal anak cucu para keponakan dan sanak famili, tentu kau ucapkan lnnahum ma'tya, sesungguhnya (mereka) bersamaku. Bersamaku artinya bukan ke mana-mana ubyang-ubyung bareng, makan bareng, mandi bareng. Maknanya substansial, haqiqiyyah. Kalau engkau bersamaku berarti engkau adalah bagian dari hatiku.
Engkau adalah salah satu semt-serat dari struktur perasaanku. Kalau engkau riang, aku gembira. Kalau engkau berduka, aku menderita. Kalau engkau disakiti, aku mengaduh. Kalau engkau disengsarakan, aku menangis. Kalau engkau ditimpa masalah, itu juga masalahku. Kalau engkau memerlukan, aku mengupayakan pemenuhan. Kalau engkau membutuhkan, aku mengusahakan keberesan. Engkau dan aku sayang menyangi, kasih mengasihi, tolong menolong, bela membela satu sama lain.

Maiyah Sosial
       Kepada teman-teman, kepada para tetangga, kepada sesama ummat, masyarakat, warga negara, sesama manusia, apapun saja sukunya, bangsanya, golongannya, kelompoknya, organisasinya, kepercayaan dan pendapatnya – tidak layakkah, atau bahkan tidak seyogyanyakah, atau siapa tahu tldak haruskah - engkau dan aku ucapkan dan ikrarkan juga: : Innahum ma'iya, sesungguhnya mereka semua ada bersamaku, dan sesungguhnya aku ada bersama mereka?

Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, menembus berbagai sisi, segmen, lapisan, golongan, wilayah, daerah, dan jenis sosiologis masyarakat untuk menumbuhkan pertanyaan dan kesadaran inna ma'iya semacam itu.

Adakah dengan tetanggamu, masyarakat dan bangsamu, engkau tidak bersedia tolong menolong, melainkan mengancam? Tidak bersedia saling setia, melainkan saling khianat? Tidak mau saling membela, melainkan saling menghancurkan? Tidak siap saling ikhlas melainkan saling tidak rela? Tidak saling mengharapkan kebahagiaan bagi yang lain, melainkan diam-diam mensyukuri penderitaan mereka?

Maiyah Bahasa
       Bahasa kenegaraan Maiyah itu nasionalisme. Bahasa mondialnya universalisme. Bahasa peradabannya pluralisme. Bahasa kebudayaannya heterogenisme, atau kemajemukan yang direlakan, dipahami dan dikelola. Metode atau manegemen pengelolaan itu namanya demokrasi.

Bahasa ekonomi Maiyah adalah tidak adanya kesenjangan penghidupan antara satu orang atau suatu kelompok dengan lainnya. Tapi ini terlalu ideal dan utopis: jadi mungkin lebih realistis kita pakai ungkapan Maiyah adalah proses dinamis menyempitnya atau mengecilnya jarak atau kesenjangan penghidupan di antara manusia. Diproses secara sistemik-kolektif jangan sampai ada yang terlalu kaya sementara lainnya terlalu fakir. Kadar maiyah semakin tinggi dan kualitatif berbanding lurus dengan semakin mengecilnya kesenjangan itu. Di dalam teori Maiyah nasionalisme, selalu ditemukan adanya banyak pihak, ada banyak wajah, ada banyak wama, ada banyak kecenderungan dan pilihan. Masing-masing pilihan itu menggunakan wamanya sendiri-sendiri, wajahnya sendiri-sendi dan kecenderungan sendiri-sendiri. Setiap mereka menghidupi dan menampilkan dirinya masing-masing. Sehingga pada semuanya tampak sebagai bhinneka. Berbagai perbedaan itu tidak membuat mereka berperang satu sama lain, karena diikat dan prinsip ke-ika-an, yakni komitmen kolektif untuk saling menyelamatkan dan menyejahterakan. Demikianlah berita gembira berdirinya Republik lndonesia dulu. Sikap Maiyah di antara berbagai pilihan itu adalah kesepakatan untuk saling menyetorkan kebaikan dan kemashlahatan untuk semua.

Di era sejarah orde baru, berlangsung policy politik nasional atau strategi kebudayaan di mana para 'masing-masing' itu dilarang rnenunjukkan kemasing-masingannya. Maksudnya baik, orang jangan menonjolkan siapa dirinya, bagaimana wajahnya dan apa wamanya. Semua dipersatukan, diseragamkan, identitas masing-masing disembunyikan semaksimal mungkin. Ode baru berprinsip Tunggal Ika.

Maiyah adalah Bhinneka Tungga lka. Yang Batak ngomonglah dengan logat Batak. Yang Bugis ya dialek Bugis. Yang Madura ya cengkok Madura. Tak ada perlunya ditutup tutupi, sepanjang ada kesepakatan untuk saling melindungi, saling menyayangi dan memproses tujuan kebahagian bersama.

Yang Budha, berpakaianlah Budha. Yang Katholik, Katholiklah. Yang lslam lslamlah. Omswastiatu tak usah diganti Padamu Negeri. Haleluya tak usah diganti Tanah Tumpah Darahku. Shalaatullaah salaamullaah tak usah diganti lbu Kita Kartini- Heterogenitas itu cukup dijaga oleh satu prinsip: saling memperuntukkan dirinya bagi kebersamaan. ltulah Maiyah.


Maiyah Lingkaran
       Dulu Kiai Kanjeng pentas dan diletakkan di panggung. Mereka ditonton oleh penonton. Kiai Kanjeng Sepuh yang bermaiyah tidak berada di panggung dan tidak ditonton oleh siapa-siapa.
Mereka melingkar, sehingga terserah orang lain akan bergabung menciptakan lapisan-lapisan lingkaran berikutnya atau tidak. Kiai Kanjeng Sepuh tidak mempertunjukkan musik dan suaranya kepada penonton. Mereka hanya bemyanyi, bersholawat, benrwirid, membaca puisi, atau apapun, tetapi yang ada di hadapan mata kesadaran mereka adalah Alloh Swt. Maka pada kebanyakan momentum selama ber-maiyah, tak seorangpun di antara mereka yang tidak memejamkan mata. Karena mata wadag hanya sanggup melaporkan penglihatan tentang hal-hal yang sepele: materi, benda-benda, gedunng-gedung, lembaran-lembaran uang, kecantikan wanita dan kegantengan lelaki, menara pencakar langit. Dan itu semua bersifat sementara dan sangat gambar hancur.

Kiai Kanjeng Sepuh serak-serak suaranya untuk Alloh . habis bunyinya untuk mencintai-Nya. Bemyanyi, membunyikan alat musik, berkeringat, untuk memelihara hubungan dengan Alloh. Karena Alloh sebagai pengasuh, penyantun, tempat bergantung - tidak bisa diperbandingkan dengan polisi, tentara, menteri ekuin, presiden, pemerintahan, konglomerat, distribusi modal atau apapun saja yang dituhankan oleh sangat banyak orang.

Alloh swt berjanji kepada kekasih-Nya untuk menjalankan empat fungsi, asalkan oleh para kekasih-Nya dibeli dengan taqwa dan tawakkal. Peran pertama, Alloh swt sebagai pemberi jalan keluar, solusi atas masalah apa saja: coba sebutkan satu masalah yang Alloh tidak sanggup menyelesaikan!

Peran kedua Alloh sebagai penabur rizqi melalui jalan, cara, metoda dan modus yang semau-mau Dia. Sehingga para kekasih-Nya tidak bisa menduga atiau memperhitungkannya. Para kekasih Alloh swt tinggal terima jadi, terima matang - anugerah rejeki yang mereka beli dengan *mata uang" taqwa dan tawakkal. Ah, apa sih taqwa? Angen-angen Alloh kapan saja. Menjadkan Alloh sebagai tuan rumah batin kita. Tawakkal adalah taqwa yang diperdalam, ditancapkan, dihujamkan terus menerus.

Peran ketiga Alloh swt sebagai manager dan akuntan. Kalau berasmu menipis, jangan memfitnah dengan mengganggap Alloh swt bersikap acuh tak acuh atas keadaan dapurmu itu. la managermu, ia atur nafkahmu, ia jamin penghidupan keluargamu. Engkau cukup menyetor taqwa dan tawakkal.

Peran keempat Alloh swt adalah menjadi humasmu, public relation-mu. Keperluanmu atas seseorang atau suatu pihak, kebutuhanmu terhadap akses ini atau itu, disampaikan oleh Alloh kepada yang bersangkutan. Engkau cukup memberi "honor” taqwa dan tawakkal.


Sekian tentang Paparan tentang Pengertian Maiyah semoga bermanfaat..

SHOLAWAT


SHOLAWAT: CINTA SEGITIGA

Alloh - Rosululloh - Manusia
By: Emha Ainun Nadjib

Belajar Mengilmui Sholawat
Kita membaca shalawat mungkin sendiri di kamar, di perjalanan atau ketika sedang larut dalam pekerjaan. Mungkin pula kita membacanya secara berjamaah di surau-surau atau pada acara-acara tertentu di kampung kita. Umumnya orang tidak hanya membaca sholawat tetapi juga qoshidah, wirid atau dzikir yang kesemuanya merupakan karya para auliya atau pujangga lslam yang telah diwariska secara turun-temurun sejak berabad-abad yang lalu melalui tradisi Maulid Nabi, pepujian di musholla-musholla atau ditempat dan acara lainnya. Qoshidah bisa bermuatan sholawat , dzikir atau wirid atau juga kalimat-kalimat ungkapan cinta kepada Alloh Swt, Nabi Muhammad SAW atau kepada lslam itu sendiri. Adapun wirid atau dzikir adalah kata-kata yang diungkapankan untuk mengingat Alloh, menghayati keagungan-Nya, meminta atau memohon sesuatu kepada-nya. lsinya bisa diambil dari ajaran langsung Alloh Swt atau merupakan kreasi atau ciptaan hamba-hamba-Nya.


Kali ini kita memfokuskan diri untuk membicarakan sholawat secara umum. Tetapi terlebih dahulu kita catat dan tegaskan satu hal mendasar mengenai sholawat sebelum mengembarai sisi-sisi lainnya. Sebagaimana sholat, puasa, zakat, haji dan jenis ibadah lainnya, sholawat itu bukan agama dan bukan tujuan dari apa yang kita lakukan itu sendiri. Sholawat hanya berposisi - seperti sholat, puasa, zakat, dan haji – sebagai alat dan cara untuk mengantarkan kita pada tujuan sejati yakni dekat dengan Alloh serta berdampingan dengan Rosululloh Saw. Meskipun tentu saja sholawat tidak berkedudukan seperti ibadah sholat dan puasa yang mahdhoh dan merupakan rukun lslam. Sholawat merupakan thoriqah atau jalan untuk mengintensifkan dan memperdalam hubungan batin kita dengan, Wtama Alloh Swt dan kedua Rosululloh Saw. Oleh karena itu yang terpenting dan yang menjadi tolok ukur adalah apakah dengan metode-metode sholawat ini kita menjadi makin dekat dengan Alloh dan Rosululloh atau tidak.
Karena tidak ada seseorang yang sungguh-sungguh sanggup dan bisa menilai orang lain maka kita sendirilah yang dalam hati dan batin kita masing-masing harus memacu menggembalakan diri sendiri (ngengon awake dhewe) dan rajin meniti perkembangan mutu hubungan kita dengan Alloh dan Rosululloh. Maka makin banyak kita mengingat Alloh dan Rosululloh dengan dan dalam sholawat makin bermanfaatlah apa yang kita lakukan dengan sholawat-sholawat yang kita baca.

Alloh Pelopor Gerakan Sholawat

Sholawat merupakan ungkapan cinta kepada Rosululloh Saw, yang dipelopori langsung oleh Alloh Swt sendiri kemudian dikembangkan oleh para pecinta Muhammad Saw. Lewat ayat: lnnalloha wa malaikatahu yusholuna alan nabiyyi ya ayyuhal ladzina amanu sholu alihi wa sallimu taslima: Alloh menyuruh kita untuk bersholawat kepada Nabi Mumammad sambil la tegaskan bahwa perintah ini pun la sendiri (bersama malaikat-Nya) yang memelopori perwujudannya. la berbeda dengan perintah-perintah Alloh lainnya. Kalau kepada hambanya la menyuruh bersembahyang. Alloh sendiri tidak perlu bersembahyang. Kalau Alloh memerintahkan hambanya untuk berzakat, Beliau sendiri tentu tidak perlu berzakat. Kalau Alloh meminta kita untuk berpuasa Alloh sendiri tentu tidak terkenai kewajiban berpuasa. Alloh tidak melakukan apa yang diperintahkan Dirinya kepada hamba-hambanya.

Tetapi khusus dalam soal sholawat Alloh berpenampilan agak berbeda. la yang menyerukan, Ia yang mengasih contohnya. Alloh beserta para malaikat-Nya bersholawat kepada Rosululloh Saw. Demikian besar dan agungnya cinta Alloh kepada kekasih-Nya yang bernama Muhammad itu sehingga la sendiri mau bersholawat kepadanya dengan memposisikan diri bukan hanya sebagai yang punya perintah tapi juga sekaligus pelopomya.

Tak hanya itu, kita juga perlu melihat cintanya Alloh kepada Muhammad dari kenyataan bahwa: kalau kita bersembahyang kita mempunyai dua kemungkinan, diterima oleh Alloh atau tidak. Begitu juga kalau kita berpuasa, berzakat atau mengerjakan ibadah yang lainnya. Tetapi kalau kita bersholawat itu pasti diterima oleh Alloh sekaligus pasti sampai kepada Rosululloh. Dari sisi kita - hamba Alloh dan ummat Muhammad - sholawat merupakan ungkapan terima kasih tiada tara kepada Rosululloh Saw yang telah memandu dan memimpin perjalanan kaum Muslimin kepada Alloh Swt. Ungkapan cinta kita kepada Rosululloh itu sekaligus juga merupakan perwujudan cinta kita kepada Alloh. Mustahil kita mencintai Alloh Swt, tanpa mencintai Rosululloh Saw. Sebab RosulullohJah hamba yang paling dicintaioleh Alloh.

Rosululloh Hadir itu Bukan Khayalan
Ketika kita bersholawat kepada Rosululloh Saw maka pada majelis itu Rosululloh hadir. Dan barang siapa yang berada di suatu tempat di mana Rosululloh hadir maka keseluruhan ruang tersebut bebas dari adzab. Orang barangkali tidak mempercayai kalau Rosululloh itu hadir dengan beranggapan beliau sudah wafat. Jasad atau badan-nya sudah pulang menyatu kembali dengan hakikatnya yakni tanah. Akan tetapi ruh atau ruhani Rosululloh tetap hidup dan hadir. Kita tidak bisa memandang Rosululloh dengan kaca mata materialisme bahwa segala sesuatu harus bisa dilihat dengan mata wadag, bahwa semuanya harus bisa dipanca-indrai dan bahwa kalau segalanya tak bisa dipanca-indrai maka sesuatu itu tak ada alias tak maujud, melainkan harus dengan kaca mata ruhaniah. Dengan demikian ketika kita mendengar kalimat bahwa Rosululloh hadir kita tidak lagi menggagapnya sebagai sesuatu yang khayal atau mustahil.

Rosululloh Jauh atau Dekat
Sama cara berfikimya dengan keterangan tentang Rosululloh hadir itu khayal atau tidak, kalau kita membicarakan apakah Rosululloh itu jauh atau dekat maka mata pandang dan ukuran kita bukanlah pandangan geografis dan fisik, melainkan ruhani. Untuk itu kita harus mengacu pada ayat: Laqod jaakum rosulun min anfusikum azizun alaihima anittum kharishun alaikum bil mukminina roufur rokhiim. Sungguh benar-benar telah datang di tengah-tengah kalian seorang Rosul dari kalanganmu sendiri, yang sangat tak tega menyaksikan penderitaan kalian, amat perhatian terhadap kalian, belas-kasih terhadap orang-orang yang percaya.

Segera kita catat dari ayat tersebut bahwa, pertama Rosululloh itu orangnya tidak tegaan. Kalau kita menderita, Rosululloh sangat ikut menderita dan bersedih. Bila kita susah, maka Rosululloh-lah yang pertama-tama turut merasakan kesusahan itu.

Kedua, Rosululloh itu langsung diberi oleh Alloh dua sifat yang diambil dari sifat-Nya yaitu roufur-rokhiim. Kalau umumnya kita memakai sifat Alloh misalnya untuk kepentingan memberikan nama maka kita hanya diizinkan menggunakannya dengan syarat harus diimbuhi dengan misalnya kata Abdul. Misalnya: Abdul Mafik, Abdurrahman, Abdul Aziz dan seterusnya. Tetapi khusus untuk Rosululloh, Alloh memberinya sifat kepada Beliau dengan dua sifat-Nya yakni roufur-rokhiim. Tentu saja Alloh memahkotainya dengan dengan dua sifat tersebut karena memang Rosululloh layak menyandang dua sifat itu. Karena kepribadian Rosululloh sangat mencerminkan mutu sifat itu, lebih lebih dalam hubungannya dengan umatnya. Jadi kedekatan Rosululloh itu sedemikian dalamnya dan sedemikian ruhaniahnya. Begitulah kualitas pribadi dan cinta Rosululloh kepada kita.

Segitiga Cinta
Seraya menegaskan kepada sudara-saudara kita yang barangkali cemas kepada sholawat bahwa pertama, sholawat itu tidak menuhankan Muhammad. Kedua, sholawat itu tidak menganggap Muhammad sebagai anak Tuhan. Kita mempelajari bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah adanya segitiga cinta. Di titik atas ada Alloh, di titik kanan ada Muhammad Saw dan di titik kiri ada kaum Muslimin. Masing-masing titik itu disambungkan oleh garis sedemikian rupa sehingga terbentuk segi tiga. Dan segi tiga itu akan bermuatan cinta, sehingga bisa disebut segitlga cinta. Nah, sekarang kita lihat. Pada garis pertrama, antara Alloh dengan Rosululloh. Alloh sangat mencintai Muhammad Saw dan sebaliknya Muhammad pun sangat mencintai Alloh sehingga beres aliran cintanya. Kemudian pada garis kedua antara Alloh dengan kaum Muslimin, Alloh sangat mencintai kita, tetapi kita kadang ogah-ogahan kepada Alloh. Sehingga Alloh sering mengeluh, "Lho, Engkau ini bagaimana wahai jin dan manusia, Aku yang menciptakan Engkau, tapi Engkau menyembah yang selain aku. Aku yang memberimu rizki tapi kamu berterima kasih kepada yang selain aku."

Lantas garis yang ketiga, antara Muhammad dengan kita. Muhammad sangat mencintai kita. Muhammad melakukan tirakat untuk kita dan agar do'anya tentang kita dikabulkan oleh Alloh, Muhammad menempuh puasa sedemikian rupa supaya Alloh pakewuh kepada Muhammad tertama yang menyangkut nasib kita. Mengapa demikian? Selain Alloh pada pihak pertama, Muhammad juga punya kekasih berikutnya yaitu para sahabat. Yakni mereka yang hidup sejaman dan pernah bertemu dengan Rosululloh semasa hidupnya. Sedangkan yang tidak bemasib seperti sahabat alias yang hidup sesudah Rosululloh wafat itu bemama ummat lslam.
Para sahabat sudah jelas nasibnya. Mereka hidup bersama-sama dengan Rosululloh berjuang dan lara lapa. Rosululloh sangat mencintai mereka dan selalu mendoakan mereka. Lantas bagaimana dengan ummat lslam ini yang hidup setelah ditinggal wafat Rosululloh. Siapa yang mendoakan mereka?

Nah, Rosululloh itu tidak tega untuk meninggal dunia tanpa meninggalkan atau mewariskan mekanisme kabulnya doa atas nasib kita semua. Jadi bagaimana Alloh akan mengabulkan doa kita kalau kita tidak melangsungkan lalu lintas segi tiga cinta itu. Dengan begitu mencintai Muhammad yang misalnya kita ungkapkan lewat sholawat adalah penyikapan yang logis, adil dan sewajamya saja terhadap kasunyatan perhubungan cinta antara Alloh, Muhammad dan
kita. Demikianlah doa kita akan sampai arusnya kepada Alloh kalau melewati Muhammad. Sebab bagaimana mungkin Alloh mengabulkan do'Alloh kita kalau kepada kekasih-Nya kita bersikap acuh tak acuh. Alloh ini sangat pencemburu dan romantis. Alloh menghendaki keindahan pergaulan antara diri-Nya, Kekasih-Nya dan kita.

Sholawat membikin Akal Basah oleh Hati dan Hati Tegak oleh Akal
Untuk menjelas kalimat di atas kita memakai acruan salah satu ayat suci Al-Qufan yang sudah sangat terkenaf yakni La Yamassuhu lllal Muthohharun. Ayat ini lazimnya ditafsir secara fisik bahwa kalau kita sedang batal alias dalam kondisi tak berwudhu maka tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya. ltu benar sekali, terutama dari segi fiqih. Tetapi mari kita luaskan makna dan tafsir ayat tersebut misalnya dengan memahaminya begini: Kita tidak akan bisa bersentuhan dengan makna, hikmah, rizqi, barokah dan segala macam kandungan Al-Qur’an jika kita tidak mengusahakan diri kita untuk terlebih dahulu muthohhar atau tersucikan. Tersucikan ilu bahasa lainnya adalah tercerahkan. Dan soal cerah mencerahkan ini Alloh sudah sejak dulu menawari manusia untuk bisa mencerahkan diri. Tercerahkan di bidang apa? Kita lihat dulu secara sederhana struktur jiwa manusia.

Dalam jiwa manusia ada tiga sisi atau unsur terpenting yakni akal, spiritual, dan mental. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa ketercerahan itu meliputi tiga sisi tersebut. Jadi tercerahkan secara akal atau muthahhar aqliyah, tercerahkan secam spiritual atau muthahhar rukhiyyafi dan tercerahkan secara mental atau muthahhar nafsiyyah. Ketiganya akan memproduk ketercerahan akhlak atau muthahhar akhlaqiyyah. Umumnya orang hanya memiliki sebagaian saja dari ketercerahan tersebut. Ada yang tercerahkan secara aqliyyah tetapi tumpul secara spiritual dan mental. Ada yang tercerahkan secara spiritual (mletik hatinya), tetapi gagap secara intelektual alias sempit wawasannya serta tidak kokoh mentalnya. Juga tak ketinggalan ada yang tercerahkan secara mental tapi buta secara intelektual dan spiritual.

Demikianlah kalau kita tidak mengupayakan diri agar utuh ketercerahannya maka kita akan tidak bisa bersentuhan dengan Al-Qur'an. Nah, bersholawat adalah salah satu jalan untuk mengutuhkan ketercerahan itu, agar kaffah. Agar tak cuma sesisi saja. Sholawat membikin akal basah oleh hati dan hati tegak oleh akal. Sholawat Metode mengambil jarak dari Kesibukan Kerja Keras Sehari-hari

Ketika kita suntuk bekerja atau melakukan sejumlah pekerjaan entah yang rutin atau yang tidak, umumnya kita mempunyai kecenderungan untuk capek, jenuh dan yang terpenting barangkali juga potensial mengidapkan pada diri kita keterasingan tertentu terhadap apa yang kita kerjakan. Pada saat seperti ilu yang kita perlukan tak sekedar istiharat dan rekreasi tetapi yang terpokok adalah pengambilan jarak terhadap situasi dan keadaan semacam itu agar kita bisa lebih mengendapkan batin dan pikiran, supaya segar jiwa kita dan siap melanjutkan pekerjaan-pekerjaan berikutnya. Demikian siklus wajar kemanusiaan yang dialami oleh orang. Dalam memenuhi kebutuhan untuk rekreasi dan pengambilan jarak itu orang menempuh banyak hal mulai yang positif sampai yang negatif. Yang positif misalnya orang pergi rekreasi menikmati suasana alam di pantai atau di gunung, plesir ke luar kota dan sebagainya. Yang negatif umpananya orang menenggak minum-minuman keras, atau berjudi. Nah, sholawat hadir sebagai salah satu pilihan yang posffi praktis, berdimensi dunia akherat langsung, dalam memenuhi kebutuhan untuk pengambilan jarak tersebut. Meskipun tentu saja ini hanya satu sisi
belaka dari sekian dimensi sholawat yang sudah ada dan akan diuraikan singkat dalam tulisan ini.

Sholawat? jauh lebih positif seerra medis, moral-sosial, keilmuan dan ukhrawi daripada menenggak narkoba atau bahkan dibanding nonton film sekalipun. Dengan menikmati sholawat-sholawat kita akan memperoleh kenikmatan dan kepuasan batin yang lnsya AIIoh lebih ruhaniah dan sejati. Sholawat merupakan jalan yang lebih selamat dan menyelamatkan ditinjau dari berbagai sisidan sudut.

Sholawat Membuka llmu
Sekarang kita memasuki sisi lain dari sholawat. Selain sebagai jalan untuk mengintensifkan cinta kita kepada Rosululloh, sholawat juga memberi peluang bagi terbukanya pintu-pintu ilmu. Lihatlah misalnya shofawat Nurul Musthofa. Musthofa itu artinya terpilih. Nurul Musthofa itu berarti cahaya yang terpilih. Dan inilah makhluk Alloh yang pertama. Makhluk Alloh Swt yang pertama ini adalah seberkas cahaya yang dinamai Nur Muhammad. Alloh sangat mencintai makhluk pertama ini sedemikian rupa sehingga Alloh mempunyai alasan untuk menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk kita semua. Alloh mengatakan dalam hadist qudsinya, lau laka ya Muhammad ma kholaqtu al aflaka fiika tidak karena engkau Muhammad - maksudnya cahaya tadi- maka aku tidak akan ciptakan apapun yang lain. Kelak cahaya ini akan diwujudkan oleh Alloh secara biologis, sosiologis dan historis menjadi Muhammad Saw. Artinya diwujudkan sosoknya, sepak terjangnya dan sejarah hidupnya. Jadi ada beda antara Muhammad jasmaniah dan Muhammad ruhaniah.

Dari sholawat Nurul Musthofa, selain kita peroleh keindahan dan kenikmatan bercinta dengan Muhammad, kita juga peroleh ilmu pengetahuan. llmu tentang apa? lalah ilmu tentang sejarah penciptaan alam semesta. Yang barang kali ilmu pengetahuan modem sekarang ini belum mencapai dan mengatakannya. Bahwa makhluk pertama yang diciptakan oleh Alloh bukan siapa-siapa melainkan Nur-Muhammad tadi.

Sholawat Membuka Cara Pandang
Sesudah membuka pintu rahasia ilmu, sholawat juga memungkinkan kita untuk memperoleh cara pandang atau yang lazim disebut perspektif. Maksudnya dengan menghikmai sholawat kita bisa menjadikan sholawat sebagai pintu pengantar untuk merenungi segala sesualu yang terjadi dalam hidup kita. Lihatlah misalnya sholawat lnna Fil Jannah.
lnna filjannati nahran min laban, lialiyyin wa khusainin wa khasan : Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang terbuat dari air susu. Yang diperuntukkan bagi Ali, Hasan, dan Husain. Hasan dan Husain itu putra Ali bin Abi Tholib yang terbunuh di peperangan antar ummat lslam. Bahkan Sayyidina Hasan diracun oleh istrinya sendiri atas provokasi Muawwiyah. Sehingga sejelek-jelek nasib kita masih menderita Sayyidina Hasan dan Husain.

Dari sholawat ini tinggal kita cari proyeksinya dalam hidup sehari-hari kita. Artinya sesungguhnya kita mempunyai potensi ke-Hasan-an dan ke-Husain-an sendiri-sendiri di berbagai bidang kehidupan kita masing-masing. Dan kalau kita mengalami kedhoifan, kemustadhafinan, keghoriban (keterasingan) dan kemadhluman sebagaimana yang menimpa diri Sayyidina Ali, Hasan dan Husain maka itu berarti Alloh menjanjikan sungai susu di surga. Sebagaimana dalam kasus Abu Bakar menebus Bilal dari perbudakan Muawwiyah maka dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mbatin dan mendiskusikan sekarang ini siapa Hasan dan Husain-nya? Muawwiyah-nya siapa? Orang ini akan menjadi Hasan dan Husain atau Muawwiyah dan seterusnya. Demikianlah sholawat-sholawat mempunyai relevansi dengan kehidupan kita.

Sholawat: Kenapa harus dengan Musik?
Pembacaan sholawat pada acara-acara tertentu biasanya diiringi dengan (alat) musik. Kenapa memakai musik? Karena musik berhak masuk surga. Seluruh peralatan-peralatan musik itu kita ajak mencintai Rosululloh. kita tidak egois dalam bersholawat. Jadi, prinsipnya sangat sederhana. Bukan soal mencampuradukkan antar seni dan agama. Sebab perlu diketahui begitu agama lahir belum terbedakan, apakah ini seni atau agama. Pada awalnya tak ada beda antara keduanya.

Kata seni baru muncul ketika orang-orang (modem) mencoba menarik dan mengambil jarak dari dirinya sendiri kemudian menatapnya dari kejauhan., lantas mereka mengatakan dan merumuskan dirinya sendiri seraya memunculkan nama-nama untuk memberi tanda bagi bagian-bagian hidupnya. Maka muncullah istllah: ini seni, ini sosial, ini hukum dan lain seterusnya. Dalam keberagaman yang total sudah tak terasa lagi apakah ini agama atau seni. Yang menjadi masalah dan tentunya adalah apakah sesuatu ifu benar atau tidak? Apakah sesuatu itu semakin mendekatkan kita kepada Alloh dan Rosul-Nya atau tidak?

Sholawat: Merintis Perlawanan Terhadap Dajjalisme
Kita tentu pemah mendengar nama Dajjal. Dajjal itu salah satu pekerjaannya adalah membelah dunia dan kehidupan manusia menjadi dua kutub. Dua kutub inilah yang menjadi poros dan titik tolak dari cara pandang dan cara tindak banyak orang. Ada Timur ada Barat. Ada Utara ada Selatan. Ada atas ada bawah. Ada pusat ada pinggiran. Dan seterusnya. Kutub-kutub ini sangat rentan untuk membenihkan bibit-bibit perlawanan antar penghuni kutub, membenihkan bibit-bibit kerusakan di antara mereka. Dajial adalah pelaku utama yang memberikan dan menentukan apa muatan yang mustidikandung bibit-bibit itu. Pengkutuban ini berlaku di berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, politik, dan seni. Dalam kesenian misalnya pengkutuban tersebut bisa terlihat dari adanya mekanisme produsen konsumen, pedagang-pembeli, penonton-yang ditonton.

Dalam acara-acara sholawat kita mencoba untuk tidak memakai cara berpikir seperti pertunjukkan dengan menghancurkan batas antara keduanya. Tak ada penonton, tak ada pementasa. Yang ada adalah kebersamaan, saling mensubyeki acara sholawat. Artinya, kita semua adalah satu himpunan, satu keluarga. Tidak sebagaimana dahm pertunjukkan modem itu. ftulah beda antara acara sholawatan (yang bersama-bersama) dengan dunia seni modem.

Sholawat: Fungsi Secara Biologis dan Medis
Orang lain boleh percaya atau tidak tentang satu hal ini. Bahwa sholawat itu mempunyai fungsi biologis dan medis. Dengan membaca dan menikmati sholawat, kita apalagi dengan berjamaah, kita akan memperoleh regangan-regangan otot dan pencerahan-pencerahan urat syaraf serta pembersihan sel-sel otak. Kita mencoba merasakan dan membuktikan hal itu. Sama dengan kalau kita bersujud. Kita meletakkan kening kita di tanah. Debu-debu tanah yang menyentuh dan mengenai bathuk kita itu akan membersihkan kotoran-kotoran elektronik di dalam otak kita. Sehingga semakin rajin kita bersujud akan semakin jemih pikiran dan otak kita. Kecuali jika kita merusaknya lagi. Di sini letak pentingnya ilmu. Banyak orang bersembayang tetapi tetap saja rusak dan tidak menghasilkan munculan-munculan yang bermanfaat di masyarakat. Apa pasalnya? Soalnya mereka bersembahyang tanpa dilandasi dan dilengkapi dengan ilmu - dalam pengertian yang lebih luas dari fiqih. Mereka hanya menjafani dan mengalami rahmat sholat tapi tidak mengilmui-nya sehingga yang lahir bukannya barokah melainkan ketidakmanfaatan dan ketidakkaffahan dalam menempuh hidup. Itulah sebabnya di samping melakukan dan menikmati (rahmat) sholawat, kita juga mengembarai cakrawala ilmu sholawat yang amat luas, mulai dari yang sederhana sampai yang menyangkut hal-hal medis dari sholawat yang orang lain belum tentu menyetujuinya, agar bukannya hanya rahmat yang kita punya tapi juga barokah - sebagaimana tulisan inidiniatkan dan tujukan.

sumber: Ega Julaeha pada kompasiana.com

Demikian paparan tentang Sholawat menurut maiyah semoga bermanfaat.

Ruang Lingkup Maiyah

Ruang Lingkup Maiyah

Kebersamaan dengan Alloh dan Rosululloh berarti :

     Bermaiyah :
  • Kepada Alloh
  • Kepada Rosululloh
  • Kepada Aulia & Ulama
  • Kepada diri sendiri
  • Kepada sesama Jamaah Maiyah
  • Kepada sesama Kaum Muslimin
  • Kepada sesama saudara sebangsa
  • Kepada sesama ummat manusia
  • Kepada negara dan pejabat
  • Kepada alam/bumi/tanah air

     Bermaiyah :
  • Mental (nafsiayah)
  • Moral (khuluqiyah)
  • Intelektual ('aqliyah)
  • Spiritual (ruhaniayah/


     Bermaiyah :
  • Bidang kemanusiaan
  • Bidang sosial budaya
  • Bidang ekonomi
  • Bidang politik dan negara

Ikrar Maiyah

Ikrar Maiyah

  1. Agar supaya kita saling menjamin, bahwa di dalam lingkaran kita tidak ada kotoran -kotoran batin, kepalsuan niat, kecurangan fikiran, atau apapun yang membuat uhammad menitikkan air mata dan membuat Alloh mengurangi atau bahkan membatalkan kasih sayangnya kepada kita.
  2. Agar supaya perjalanan hijrah demi hijrah kita tidak disesatkan oleh arus masyarakat, oleh Alloh atau oleh diri kita sendiri.
  3. Agar supaya perjalanan jihad kita tidak disertai oleh dendam dan ketakaburan.
  4. Agar suapaya perjalanan ijtftad kita tidak dilalimi oleh rnakfiluk apapun, serta tidak melalimi diri sendiri.
  5. Agar perjalanan mujahadah kita dianugerahi bekal iman dan istiqomah, bekal kekuatan dan muthmainnah, bekal penghidupan yang barokah, pintu rejeki yang membuka lebar-lebar aas perjuangan kita, pintu kegembiraan, keasyikan uluhiyah, serta perlindungan dari Quwatihi wa haulih

  Maka:

  • Kami berkumpul melingkar menghadap-Mu dan memunggungi dunia
  • Kami berkumpul melingkar menunrpahkan cinta kepada-Mu, karena telah dilukai hati kami oleh cinta dunia, negara serta golongan-golongan manusia.
  • Kami berkumpul melingkar menyanyikan lagu-lagu untuk kekasih-Mu karena ummat manusia lebih menyukai kepalsuan
  • Kami berkumpul menciptakan lingkaran kebersamaan antara harnba-hamba yang dilemahkan oleh pelaku-pelaku kekuasaan dan keuangan.
  • Kami berkumpul merapatkan lingkaran kebersamaan antma hamba-hamba yang dilalimi oleh kebohongan dan kemunafikan kaum mutakabbirun.
  • Kami berkumpul memadatkan kesatuan antara hamba-hamba yang diremehkan dan kini mengerti bahwa diremehkan. Antara hamba-hamba yang ditindas dan kini mengerti bahwa ditindas, antan hamba-hamba yang direndahkan dan kini mengerti bahwa direndahkan, antara hamba-hamba yang dibuang dan kini mengerti bahwa dibuang.
  • Kami berkumpul menghidupi lingkaran kesadaran, kepahaman dan kemengertian akan dusta dan kebohongan dunia.
  • Kami berkumpul membangkitkan pengetahuan dan ilmu bahwa kami dibodohkan, difitnah, dimusnahkan, dan dibunuh sebelum kematian.
  • Kami berkumpul menebar jaring lingkman para pecinta-Mu, para pecinta kekasih-Mu, para pecinta kesejatian, para pecinta kebenaran yang sungguh-sungguh kebenaran, para pecinta cinta yang benar-benar cinta
  • Kami berkumpul melingkar bersholawat bersama-Mu serta bersama para malaikat-Mu untuk manusia agung pilihan-Mu, Muhammad Saw.
  • Kami berkumpul merangkai lingkaran ma'iyyatul hubbi, ma'iyyatul haqqi, fii ma' iyyatillahi'jalla jalalah

paparan diatas adalah Ikrar Maiyah semoga bermanfaat..